Dia



Dia

Harinya mungkin lebih berat bahkan harinya terasa lebih  panjang, mungkin disuatu waktu dia megalami waktu sulit sendiri ditemani sepi tanpa ada orang lain yang megetahuinya bahkan aku, hanya dia yang merasakanya, merasakan sakit meninggalkan, merasakan sakit bersikap kasar, merasakan sakit pura-pura baik-baik saja, dan merasakaan sakit melawan perpisahan dan akhirya meyerah pada satu titik  dan melangkah tanpa harus menoleh ke belakang.
Mungkin rasa bersalahnya selalu muncul di suatu waktu, di waktu yang tidak terlihat, diwaktu yang begitu tepat untuk merenung sampai membuatnya sakit..sakit sendiri menahannya sendirian, sakit sendiri tidak bisa mengatakan maaf dengan tulus, sakit sendiri hanya bisa berlaku kasar tanpa bisa memperlihatkan perasaan bersalah yang tulus, dan sakit sendiri menyembunyikan perasaan yang juga tidak sanggup meninggalkan.
Bahkan banyak yang terjadi tanpa siapa pun yang tahu bahkan aku…wajah yang selama ini aku lihat selalu tersenyum  tapi  meyimpan beban  yang sangat berat,,,yah dia lagi-lagi menyimpannya sendiri. Dia melaluinya tanpa seorangpun yang tahu, dia merasakanya tanpa seorangpun yang tahu, dia hanya selalu tersenyum patuh.
Aku selalu bertanya kenapa tidak membaginya denganku? kenapa beban itu disimpan sendiri?…perlahan ku tahu jawabanya, ini juga tentang aku…ketidaknyamanan yang ada dalam dirinya mengantarkan semua hal menuju titik terakhir, titik dimana dia mengambil keputusan yang sulit, keputusan yang berat bahkan mungkin melawan hati nuraninya sendiri. Karena perasaan bersalah dia bawa, sampai akhirnya kata yang ingin dia ucapkan pun terasa berat untuk terucap.
Wajahnya lelah,batinya pun ikut terluka. Dia sudah berusaha melakukan yang terbaik yang dia bisa, tapi keadaan menuntunya ketitik itu, disalahkan dan menyalahkan pun jadi makanan sehari-hari untuk menghilangkan jejak bahwa dia sudah kalah, dia sudah menyerah bahkan sampai harus menyakiti terlalu dalam agar semua keterpaksaan itu berganti menjadi benci lalu pergi
Dia menyesal di benci, hatinya selalu berkata lain..”ingin rasanya aku kembali, kembali berada di titik nyamanku bersamanya”..mungkin keinginan itu yang selalu terbesit di hati dan fikiranya, tapi lagi-lagi dia harus melawanya.
Dia hanya selalu bermimpi dan mengatakan satu kata, “Seandainya”, tapi kata itu tidak berlaku dikehidupan nyata, yang ada di kehidupan nyata tidak butuh kata seandainya tapi tentang kepastian, lagi-lagi dia membuatnya lebih pasti, banyak yang terjadi di dirinya demi memperpanjang waktu untuk sedikit lebih lama bertahan, apakah itu sebuah kebohongan yang dia ucapkan ke orang lain atau bentuk kepura-puraan, dia selalu melakukan hal-hal yang dibenci demi suatu alasan, tentunya semua hal dia lakukan sekalipun itu menyakitkan bagiku akan dia lakukan, dia lakukan untuk sedikit lebih lama berada disini, tapi diatara semua hal kenapa hanya rasa sakit yang menjadi alasanya??
Malamnya mungkin dingin berteman sepi, dia hanya mengadu dan merintih ke dirinya sendiri, merasakan setiap rasa yang tuhan ciptakan untuknya dan waktu yang membuatya begitu brutal dengan keputusanya, brutal dengan alasanya pergi, brutal dengan perpisahan yang dia buat. Waktu yang membuatnya harus begini bahkan melawanya hanya akan membuat lebih banyak sakit.
Dia akan pergi perlahan-lahan, dia tidak bisa tiba-tiba menghilang, dia masih khawatir dan masih peduli…batinya selalu berlawanan tapi dia selalu mencapai titiknya, titik dimana dia harus pergi dan menjauh untuk selamanya.
Memperbaikinya? Memulainya dari awal? Semuanya hanya kesia-siaan, bahkan tidak ada alasan untuk lebih lama, dia menyalahkan dan terus menyalahkan…dia diam dan pasrah karena yang terjadi saat ini sudah diluar kemampuanya, dia hanya bisa menemaninya sementara..dia harus pergi sekalipun kepergianya sangat menyakitkan, diantara semua kata didunia ini, kenapa harus kata PERGI yang terucap? Jawabanya tidak pernah ada, bahkan dia pun tidak mampu menjawab kata pergi itu dan membawanya ketitik yang takkan pernah lagi dia membalikkan tubuhnya ke belakang meskipun hanya untuk menyapa, karena rasa sakit itu semakin lama memuncak apabila dua pasang wajah itu saling melihat satu sama lain.
Katanya lebih baik begini, saling memperhatikan dari jauh dan diam-diam saling melupakan, ucapnya lirih tanpa menoleh lagi....


EmoticonEmoticon

Diberdayakan oleh Blogger.